Bapemperda DPRD Paser Kunjungi Kemenkumham

Jakarta, Bapemperda DPRD Paser melakukan kunjungan kerja ke Kementerian Hukum dan Ham pada Dirjen Perundang-Undangan (Rabu, 8/12/2021) dalam rangka konsultasi dan koordinasi terkait dinamika UU Nomor 11 Tahun 2020 atau biasa kita dengar sebagai Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus law yang telah disahkan oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu yang lalu. Dalam kegiatan ini Bapemperda DPRD Paser dihadiri oleh Hamransah sebagai Ketua dan ikut dihadiri oleh Anggota Bapemperda yang terdiri dari Indra Pardian, H.Hendrawan Putra, Arlina, Abdul Aziz dan Sutarno dan diterima langsung oleh Bapak Wahyu dan ibu Putri selaku Pembuat naskah perundang-undangan. H. Hendrawan Putra mengatakan sejak awal Undang-Undang No.11 Tahun 2020 pada saat masih dalam rancangan dan pembahasan masih banyak terjadi pro dan kontra bahkan setelah menjadi UU pun masih terdapat penolakan khususnya oleh kaum buruh dan yang terbaru MK juga menolak UU ini. Jujur saja bahwa UU ini sangat berdampak bagi kami yang di daerah karena UU ini kami menilai hanya berpihak kepada Korperasi besar para Perusahaan tambang dan Perusahaan kelapa sawit yang ada di Daerah. Memang ada dampak sosial dengan adanya 2 perusahaan besar tersebut dengan terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar, namun hasil keuntungannya sebesar besarnya hanya untuk perusahaan tersebut saja sedangkan kerusakan pada DAS (Daerah Aliran Sungai) akibat dari pekerjaan 2 perusahaan tersebut tidak mereka pikirkan. Selain itu juga ingin saya sampaikan kami sedang berupaya membuat Raperda-raperda yang isinya nanti berkaitan dengan penanganan dampak dari akibat eksplorasi pertambangan, retribusi pengangkut batubara dan yang lainnya dan hal ini akan kami coba juga konsultasikan karena kewenangan Pertambangan ada di Pemerintah Pusat selain itu juga terkait bagaimana poses pembuatan IMB dan PBB kami ingin tanyakan juga. Ujar Hendra Wahyu dan Putri dari Dirjen Perundang-Undangan secara bergantian mengatakan memang dengan adanya putusan MK (Mahkamah Agung) yang menyatakan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak sesuai konstitusi dan inkonstitusional secara bersyarat dan bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu MK juga memberi waktu tenggang selama 2 Tahun jika pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan berlaku kembali dan tentu saja ini juga berlaku secara Nasional. Putri juga mengatakan terkait dengan pengurusan IMB dan PBB sesuai dengan edaran Mendagri harus ada Perda yang telah dibuat terkait hal tersebut, dan jika Perda yang dimaksud belum dibuat maka konsekuensinya adalah PAD (Penghasilan Asli Daerah) dari retribusi pembuatan dan pengurusan IMB dan PBB harus diserahkan ke Kas Negara. Kata Putri Diakhir pertemuan Hamransyah mengatakan telah mendapatkan jawaban terkait terkait tentang putusan MK mengenai UU Cipta Kerja dan ini akan kami sampaikan dengan Pemerintah Daerah dan kedepannya, kami anggota DPRD Paser akan melaksanakan sosialisasi Perda ke pada masyarakat konstituen kami sehingga diharapkan masyarakat kami juga mengetahui apa saja Perda yang telah kami buat dan kami sahkan bersama Pemerintah Daerah selama kami menjabat sebagai anggota DPRD. Tutup Hamransyah.Jakarta, Bapemperda DPRD Paser melakukan kunjungan kerja ke Kementerian Hukum dan Ham pada Dirjen Perundang-Undangan (Rabu, 8/12/2021) dalam rangka konsultasi dan koordinasi terkait dinamika UU Nomor 11 Tahun 2020 atau biasa kita dengar sebagai Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus law yang telah disahkan oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu yang lalu. Dalam kegiatan ini Bapemperda DPRD Paser dihadiri oleh Hamransah sebagai Ketua dan ikut dihadiri oleh Anggota Bapemperda yang terdiri dari Indra Pardian, H.Hendrawan Putra, Arlina, Abdul Aziz dan Sutarno dan  diterima langsung oleh Bapak Wahyu dan ibu Putri selaku Pembuat naskah perundang-undangan. H. Hendrawan Putra mengatakan sejak awal Undang-Undang No.11 Tahun 2020 pada saat masih dalam rancangan dan pembahasan masih banyak terjadi pro dan kontra bahkan setelah menjadi UU pun masih terdapat penolakan khususnya oleh kaum buruh dan yang terbaru MK juga menolak UU ini. Jujur saja bahwa UU ini sangat berdampak bagi kami yang di daerah karena UU ini kami menilai hanya berpihak kepada Korperasi besar para Perusahaan tambang dan Perusahaan kelapa sawit yang ada di Daerah. Memang ada dampak sosial dengan adanya 2 perusahaan besar tersebut dengan terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar, namun hasil keuntungannya sebesar besarnya hanya untuk perusahaan tersebut saja sedangkan kerusakan pada DAS (Daerah Aliran Sungai) akibat dari pekerjaan 2 perusahaan tersebut tidak mereka pikirkan. Selain itu juga ingin saya sampaikan kami sedang berupaya membuat Raperda-raperda yang isinya nanti berkaitan dengan penanganan dampak dari akibat eksplorasi pertambangan, retribusi pengangkut batubara dan yang lainnya dan hal ini akan kami coba juga konsultasikan karena kewenangan Pertambangan ada di Pemerintah Pusat selain itu juga terkait bagaimana poses pembuatan IMB dan PBB kami ingin tanyakan juga. Ujar Hendra Wahyu dan Putri dari Dirjen Perundang-Undangan secara bergantian mengatakan memang dengan adanya putusan MK (Mahkamah Agung) yang menyatakan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak sesuai konstitusi dan inkonstitusional secara bersyarat dan bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu MK juga memberi waktu tenggang selama 2 Tahun jika pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan berlaku kembali dan tentu saja ini juga berlaku secara Nasional. Putri juga mengatakan terkait dengan pengurusan IMB dan PBB sesuai dengan edaran Mendagri harus ada Perda yang telah dibuat terkait hal tersebut, dan jika Perda yang dimaksud belum dibuat maka konsekuensinya adalah PAD (Penghasilan Asli Daerah) dari retribusi pembuatan dan pengurusan IMB dan PBB  harus diserahkan ke Kas Negara. Kata Putri Diakhir pertemuan Hamransyah mengatakan telah mendapatkan jawaban terkait terkait tentang putusan MK mengenai UU Cipta Kerja dan ini akan kami sampaikan dengan Pemerintah Daerah dan kedepannya, kami anggota DPRD Paser akan melaksanakan sosialisasi Perda ke pada masyarakat konstituen kami sehingga diharapkan masyarakat kami juga mengetahui apa saja Perda yang telah kami buat dan kami sahkan bersama Pemerintah Daerah selama kami menjabat sebagai anggota DPRD. Tutup Hamransyah.

Bagikan Informasi Ini